Pernah
ngerasain disaat kamu dihina? Diremehkan? Bahkan dipandang
sebelah mata? Pernah
ngerasain saat kemampuan kamu tak pernah diakui oleh sekitarmu?Pernah ngerasain
saat semua orang menatapmu sinis?Atau pernah negrasaian saat sekitarmu
menganggapmu sampah?Saat tak seorangpun yang mau dekat denganmu seakan-akan
kamu adalah makhluk yang menjijikkan?
Pernah ngalamin saat kamu menyukai cowok, tapi cowok itu
malah menyukai sahabatmu? Atau bahkan cowok yang kamu sukai sama sekali tak
pernah menganggapmu ada didalam hidupnya? Pernah ngalamin semua yang aku
sebutkan? Sakit? Pasti. Sakit saat tak
seorangpun menganggapmu ‘ada’. Sakit
saat semua orang seakan berlomba untuk menghancurkan kehidupanmu. Sakit saat alam tak
pernah berpihak padamu.
Aku pernah ngalamin semua itu. Aku pernah ngerasain
yang namanya dihina, diremehan, dipandang sebelah mata, bahkan tak dianggap
ada. Naas memang saat Tuhan membuat hidupmu tak sesempurna orang lain. Kadang
aku iri ngelihat seseorang yang punya kehidupan bagai princess. Saat semua yang
mereka inginkan dapat terwujud dengan begitu mudah, sedangkan aku harus
berjuang mati-matian untuk mendapatkan apa yang aku inginkan.
Nila menghela nafas pelan sembari
menatap pantulan dirinya didepan cermin. Baju putih abu-abu yang
membalut tubuh kurusnya terlihat begitu aneh.Wajah kusam dengan kaca mata tebal
membingkai pahatan wajah yang tak sempurna itu. Nila menghembuskan
nafas. Merasa
risih dengan pantulan cermin itu dan merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur.
Kehidupan
kadang memang tak adil ya? Setidaknya
begitu bagiku. Aku selalu berusaha untuk bersyukur, tapi itu susah. Susah
banget! Susah memang saat
kamu menemukan tak ada yang bisa disyukuri dari hidupmu.
“Hey La, kenapa?” Sebuah suara khas nan lembut menyapa Nila
sembari menaroh tas kuliahnya diatas meja belajar Nila. Nila bangkit dari tidurnya
sambil menatap gadis yang menyapanya itu.
“Kenapa?” Gadis berusia Sembilan belas tahun itu
kembali bertanya. Nila
menatap sosok gadis itu. “Nggak
papa kak.” Jawab
Nila berbohong. Shela
menelisik wajah Nila, mencoba mencari kejujuran diwajah itu.
“Oke-oke.” Jawab Nila menyerah
sambil memalingkan muka. Memang
sejak kecil Nila tak pernah bisa menyimpan apa-apa dari kakak sepupunya itu. Bagi Nila, Shela adalah
orang yang paling mengerti dirinya. Shela adalah orang yang tau banyak tentang
kehidupan Nila. Shela
tersenyum puas, merasa menang.
“Aku bosan dengan hidupku kak!
Kenapa sih aku susah banget ngedapetin
apa yang aku inginkan. Aku capek. Aku lelah! Kapan aku bisa punya kehidupan
indah bak princess? Kadang
aku pengen nyerah dengan semua ini. Capek kak.” Nila menggerutu.
Gerutuan yang tentu saja hampir sama disetiap harinya.
“Kamu curhat tentang itu entah udah
kesekian kalinya lho. Kamu harus kuat La! Kamu harus bisa survive untuk
ngewujutin apa yang kamu mau. Kakak yakin kamu pasti bisa. Berjuang La, kalau
ngeluh gini terus nggak akan dapat apa-apa.” Shela memandangi adik sepupunya
itu. Berharap
Nila mengerti.
Nila menghembuskan nafas berat
sambil kembali merebahkan tubuhnya ketempat tidur. Tatapan gadis itu
menerawang dilangit-langit kamar. “Survive itu emang nggak mudah, tapi kamu harus
bisa ngelewati setiap prosesnya. Kalau kamu ngeluh terus nggak akan dapat
apa-apa. Mulai action! Buktikan kemereka-mereka yang udah ngina kamu kalau kamu
itu bukan nothing!”
“Kamu nggak ngerti kak. Hidup kamu sempurna. Kamu nggak tau apa yang
aku rasa.” Nila
memunggungi Shela sembari memeluk erat bantal gulingnya. Shela menatap sang
adik dengan mata nanar, lalu kemudian
menghembuskan nafas pelan.
“Kalau kamu nggak berusaha buat
survive dari sekarang, mau sampai kapan kaya gini terus? Kebanyakan orang sukses
hidupnya dulu tak sempurna, tapi mereka mampu
untuk survive sehingga bisa sukses. Ini Cuma masalah
waktu.” Tutur
Shela sembari meraih handuknya dan berjalan menuju kamar mandi.
Nila diam. Gadis bertubuh kurus itu
mencoba mencerna setiap kalimat yang diucapkan Shela. Survive?
Benarkah aku harus lebih survive? Bukankah selama ini aku merasa sudah
melakukan semua yang
terbaik? Kurangkah? Ah,
entahlah!
*@@@*
Vino memetik senar gitarnya dengan
asal sehingga membuat bunyi yang ditimbulkan gitar itu menjadi abstrak. Cowok berusia tujuh
belas tahun itu menghela nafas pelan. Bayangan seorang gadis masa lalu masih
membekas dimemori otaknya. Seorang
gadis yang entah kenapa mampu menyedot perhatiannya.
Lelaki jangkung dengan kulit putih
itu menggaruk kepalanya yang tak gatal. Langit malam tak
membuatnya beranjak jua dari bangku taman sekolahnya. Kemana lagi gue harus nyari lo? Vino
membatin, lalu kemudian menengadahkan kepalanya ke langit.
“Sayang!” Sebuah teriakan manja
menghampiri Vino, membuat lelaki itu menatap malas. Tanpa
seizin Vino, gadis yang menghampirinya
itu bergelayut manja dilengannya.Vino menutup mata
sekilas, merasa kepalanya mulai berdenyut
pusing oleh kehadiran gadis disampingnya.
“Rin, gue mau balik nih!” Vino
beralasan sembari menepis tangan gadis imut disampingnya. Alrin memonyongkan
bibirnya beberapa senti, membuat gadis itu terlihat semakin imut dengan mata
besar hitam bak boneka berbie.
“Gue nyariin lo dari tadi, sekarang
udah nemu malah lo nya mau pulang.”Alrin menggerutu manja, membuat Vino menatap
dengan enek dan semakin merasakan pusing.
Ia bosan dengan cewek-cewek manja model Alrin. Bukan cuma Alrin, tapi banyak gadis-gadis
lainnya yang selalu berusaha menarik perhatian lelaki itu.
Tentu saja dianggap acuh oleh Vino
dan itu malah menambah ke-coolan Vino
dimata cewek-cewek Alamanda High School.
Vino berdiri, lalu kemudian meraih jaket levis hitamnya.
“Antarin gue pulang!” Lagi-lagi suara manja
Alrin terdengar. Vino
menghembuskan nafas, lalu kemudian mengangguk. Lebih baik ia menuruti
permintaan gadis itu dari pada harus mendengarkan omelannya yang tak
putus-putus. Begitu pikir Vino.
*@@@*
Nila menatap buku cetak tebal fisikanya. Berkali-kali
dipelototinya materi dibuku itu, tapi sedikitpun tak ada yang dimengertinya. Gadis itu menggerutu
pelan. Sekuat apa pun gadis itu berusaha untuk belajar, tapi tetap saja
hasilnya dibawah rata-rata. Selalu!
Lihatkan
aku nggak bisa apa-apa. Nggak
ada yang bisa dibanggakan dari seorang Anila Syafira. Aku udah berusaha
semampuku, tapi lihat apa yang aku dapat? Capek! Nila
menghembuskan nafas entah untuk yang keberapa kalinya. Sebuah tayangan masa
lalu tiba-tiba menghampiri gadis itu, membuat hatinya semakin merasa tak
berdaya.
“Nila! Lagi-lagi
nilai kamu dibawah rata-rata. Mau jadi apa kamu ini? Lihat teman-teman kamu,
nilai mereka selalu tinggi!”Suara Tika menggelegar diseantaro kelas. Guru biologi itu mengacung-acungkan
kertas ulangan Nila yang hasilnya begitu menyedihkan.
“Kamu itu udah jelek, bodoh lagi.” Wanita bertubuh tambun
itu menambahkan ucapannya barusan. DEG! Kata-kata itu sontak membuat hati gadis
itu semakin menciut. Nila
menundukkan kepala, berusaha tak menampilkan tangisannya dihadapan
teman-temannya.
Tika kembali menatap muridnya itu tanpa rasa
kasihan.“Harusnya kamu masuk IPS, bukan malah sok-sokan gini masuk IPA. Kalau nggak sanggup
bilang dari awal.” Seakan
merasa tak bersalah, guru biologi itu kembali menambahkan ucapan-ucapan
pedasnya.
Nila menghembuskan nafas sembari
menghapus sepenggal kenangan itu. Gadis
itu merasakan hatinya begitu sesak. Apa
nggak ada didunia ini yang benar-benar bisa menghargai aku? Kenapa aku
diciptakan jika untuk selalu disakiti?Aku udah berusaha untuk jadi yang terbaik,
tapi kenapa harus kaya gini? Lagi-lagi
entah untuk yang keberapa kalinya, gadis itu menghembuskan nafas.
Nila mengarahkan dirinya pada
cermin. Menatap
pantulan dirinya dicermin tersebut. Rasa tak puas lagi-lagi menyelimuti
gadis itu. Tubuh
kurus dengan kulit coklat kekusaman. Jerawat yang tumbuh subur diwajahnya
membuat gadis itu semakin merasa frustasi. Belum lagi kaca mata
tebal yang membingkai matanya.“Aduh kok gini amat?”
“Hmm. Lagi-lagi!” Shela yang baru
memasuki kamar menatap adik sepupunya itu dengan gelengan kepala.“Aku kok
gini-gini amat ya kak Shel?”
“Kenapa gak pernah belajar untuk
bersyukur sih?” Shela
melipat kedua tangannya didepan dada. “Apa yang harus aku syukuri?” Nila sedikit histeris
sembari menghempaskan tubuhnya kekasur.
Shela lagi-lagi menggeleng melihat
tingkah laku Nila. “Jika
kamu bersyukur, akan ada banyak kelebihan yang bisa kamu lihat dari diri kamu. Jangan lihat keatas,
lihat orang-orang dibawah kamu yang mungkin keadaan fisiknya tak sesempurna
kamu.”
Nila tak merespon. Gadis berkulit
kecoklatan itu memejamkan matanya, seolah berpura-pura tak mendengar semua
perkataan Shela. Kamu nggak ngerti Kak
Shel. Capek
jika selalu dipandang sebelah mata. Capek jika selalu
diremehkan.
“Aku ngerti apa yang kamu rasa. Aku
yakin kamu bisa sukses, jika kamu mau
survive. Memang nggak mudah ngejalani dan ngerubah semuanya dari
awal, tapi bukan berarti nggak bisakan?”
Ujar Shela.
Nggak ada yang nggak
mungkin didunia ini kecuali menghidupkan orang mati. Allah nggak akan ngerubah
suatu kaum, kecuali kaum itu merubah dirinya sendiri. Shela membatin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar