Sabtu, 14 April 2018

survive#2



            Asa meletakkan Al-Qur’an yang baru saja dibacanya. Hati lelaki itu bergetar, lalu diusapnya wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Asa menatap keluar jendela, bibir tipis lelaki hitam manis itu mengucap syukur. Pemandangan diluar jendela kamarnya pagi ini begitu indah.
            Ujung mata lelaki yang duduk disemester empat itu menatap kearah jam dinding berwarna hijau yang menempel gagah didinding kamarnya. Back to campus. Bismillah.Asa berguman didalam hati, lalu melangkahkan kakinya menuju WC.
            “Semoga semua mimpi dan cita-citaku hari ini dapat terwujud dan semoga hari ini jauh lebih baik dari hari sebelumnya.” Kata Asa dengan keyakinan dan tekad yang kuat didalam dirinya. Masa depan adalah milik mereka yang mau berusaha, bukan mereka yang hanya bermalasan.
*@@@*
          Vino melangkah gontai di koridor sekolahnya. Baju seragam putih abu-abu cowok itu sengaja ia keluarkan, sehingga menambah ketampanan yang terlukis sempurna. Cewek-cewek disekitar koridor yang ia lewati, menatap kagum pada sosok Vino. Berbisik-bisik lirih, lalu kemudian mereka akan tersenyum genit.
            “Pagi Vin. Makin ganteng aja. I love you sayang!” Ucap salah seorang diantara mereka disertai kedipan mata. Vino berjalan cuek, sama sekali tak merespon cewek-cewek yang hampir setiap hari mencoba menarik perhatiannya.
Vino masih dengan gaya stay cool-nya. Sesekali cowok yang duduk dikelas tiga SMA itu menyelipkan rokok kemulutnya. Entah kenapa hal tersebut membuat para cewek-cewek semakin menggilainya.
“Vino!”Sebuah teriakan khas datang dari arah belakang Vino. Seorang cewek cantik bertubuh mungil dengan rambut coklat kepirangan berlari menghampiri Vino.
Saat posisi mereka sudah dekat, cewek itu langsung menggelayut mesra dilengan Vino sehingga cewek-cewek lain menatap cewek berambut pirang itu dengan sinis.
“Iih, dari tadi dipanggilin juga.”Cewek itu merenggut manja yang tentu saja membuat Vino geli melihatnya.“Alrin apaan sih!” Vino mencoba melepaskan tangan Alrin dari lengannya.
“Apa kalian liat-liat? Hobby ya ngeliat orang pacaran? Udah, bubar sana!” Alrin menggerutu  pada cewek-cewek yang menatap dirinya dan Vino secara bergantian.
Cewek-cewek itu ikut-ikutan menggerutu, lalu kemudian bubar dari tempatnya. Kalau sudah Alrin yang nyuruh, nggak ada satu pun yang berani melawan.
Vino menggelengkan kepala, lalu kemudian kembali berlalu.“Hey tunggu!”Alrin mencoba mensejajarkan langkahnya, lalu kemudian menghalangi jalan Vino.
Cowok berhidung mancung dengan bibir tipis itu menatap dengan sinis. “Apa lagi sih? Lo tau kan kalau gue itu paling nggak suka di ganggu!” Bentak Vino. Cowok itu kemudian berlalu. Sama sekali sedikitpun tak merasa bersalah.
Alrin termangu, lalu kemudian menatap cowok yang sejak hari pertama OSPEK telah mencuri hatinya. Berbagai cara sudah dilakukan Alrin untuk menarik perhatian seorang Vino Sebastian Dinata, tapi sampai saat ini hasilnya nihil.
Ada sepenggal rasa sakit yang menyelimuti hati gadis berusia enam belas tahun itu. Rasa sakit yang membuat lukanya semakin menganga lebar.
Jika cinta bisa memilih, sama sekali gue nggak ingin melabuhkan rasa ini ke lo Vin. Sama sekali bukan lo yang gue tuju. Tapi sayang, cinta ini nggak bisa memilih, ia ngalir begitu saja. Tak peduli kepada siapa dia akan jatuh.
Alrin menatap punggung Vino yang semakin menjauh. Setelah semua yang gue lakuin hampir tiga tahun ini, haruskah gue nyerah begitu saja?Alrin tersenyum sinis dengan raut wajah menahan tangis.
“Gue Alrina Quesena nggak akan nyerah gitu aja! Gue selalu dapatin apa yang gue mau gimana pun caranya termasuk ngedapetin lo!” Tutur Alrin. Lo liat aja Vin!
Sedangkan diujung koridor sana, Vino mengacak-ngacak rambutnya. Wajah cowok itu menunjukkan kekesalan. Alrin dan semua cewek-cewek yang menggilainya hampir saja membuatnya benar-benar gila.
Vino memang tampan. Semua orang mengakui itu, tapi dia bukan playboy. Dia adalah type cowok yang terkesan cuek dengan cewek dan susah banget jatuh cinta, tapi sekalinya jatuh cinta, sayangnya kebangetan.
Dia tidak seperti cowok-cowok kebanyakan yang menjual ketampanannya untuk mendapatkan banyak cewek. Bagi Vino, hanya ada satu cinta dalam hidupnya. Cinta untuk seorang gadis sederhana sahabatnya dimasa SMP. Gadis yang wajahnya kini sudah hampir samar-samar dibenaknya. Yang ia ingat dari gadis itu hanyalah rambut keritingnya.
Kemana lagi gue harus nyari lo wahai gadis berambut keriting? Vino menyandar pada sebuah tembok. Menghembuskan asap rokoknya, lalu kembali menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. “Gue harus nyari cara agar cewek-cewek itu nggak gangguin gue!”
*@@@*
Nila merapikan jilbab putihnya yang selalu mereng sana-mereng sini. Gadis berkulit kusam itu menghembuskan nafas dan kembali melanjutkan novel yang ada digenggaman tangannya. Waktu istirahat masih lama dan ia sama sekali tak memiliki opsi lain kecuali membaca. Nila memang tidak memiliki teman, satu-satunya orang yang ia harapkan untuk berbagi cerita hanya Shela, kakak sepupunya.
Taman sekolah semakin ramai. Canda tawa terdengar dimana-mana. Nila menutup buku yang tengah dibacanya, lalu tatapan matanya mengarah pada anak-anak sebayanya yang tengah asik bercanda dengan teman-temannya. Nila menatap iri. Sebersit rasa sedih itu lagi-lagi muncul.
Ah, andai aku bisa kaya mereka. Punya sahabat yang bisa jadi tempat berbagi. Nila menarik nafas pelan. Rasa sepi ini mencekam dirinya.

“Lo itu nggak akan punya teman! Lo nothing! Lo sampah!”
“Iiih awas virus woi.Virus!”Lagi-lagi Andy berteriak, seketika semua teman-temannya berlalu menjauhi Nila. Tak ada satu pun dari teman-temannya yang ingin dekat dengan gadis itu. Nila tertunduk.Rasa sakit menyelimuti hatinya. Baju putih biru gadis itu tampak lecet setelah didorong oleh salah seorang teman ceweknya.
Nila berjalan menuju bangkunya dan seketika itu juga temannya menghindar. Mereka menatap Nila seakan Nila adalah gadis yang paling menjijikkan didunia ini.

Nila menghapus seberkas kenangan itu. Ujung mata gadis itu berair. Kenangan masa SMP itu entah kenapa selalu bisa membuatnya terluka. Nila menunduk menatap tanah. Hatinya kembali bergejolak.
Aku manusia. Aku bukan sampah yang harus kalian perlakukan seperti itu. Aku punya hati dan dengan suksesnya kalian telah merobek-robek hatiku terlalu dalam. Kalian tau gimana sakitnya hati ini? Kalian tau gimana hancurnya? Terutama kamu, Andy! Salah aku apa? Jika hidup punya tombol delete, aku pengen ngedelete masa-masa SMP! Aku pengen ngedelete kalian. Aku pengen ngedelete kamu, Andy!
“Tapi sayangnya hidup itu terus ngalir. Nggak pernah ada tombol deletenya!” Nila berkata lirih pada dirinya sendiri. Gadis itu menerawang pelan. Bel tanda istirahat telah usai berbunyi nyaring,  menyentakkan Nila yang tengah terbang dalam angannya.
Nila berlari menuju kelasnya. BRUK! “Awh!” Nila meringis saat lututnya mendarat dengan mulus di ubin koridor kelas. Seorang cowok dengan wajah ganteng menatapnya sinis.“Ada yang lecet?” Tanya cowok tersebut dengan nada tak kalah sinis.
Nila tertegun menatap wajah sempurna dihadapannya dan seakan terhipnotis dengan pertanyaan cowok tersebut. “Ada yang lecet nggak?” Cowok itu kembali bertanya sambil menyilangkan kedua tangannya didepan dada. Nila menggeleng buru-buru.
“Eng. Enggak kok. Enggak ada.” Jawabnya berbohong, padahal ia merasakan nyeri dilututnya. Cowok itu menatapnya aneh. Salah satu alis tebalnya naik beberapa senti.
“Maksud gue, PSP gue ada yang lecet nggak, bukan lo nya! PSP gue jauh lebih berharga dari lo.” Cowok itu meraih PSP-nya yang tergeletak tepat disamping Nila. Nila tertegun bingung. Wajah gadis itu bersemu merah menahan malu.
“Lain kali jalan tuh pakai mata!” Sungut cowok itu sambil berlalu. Teman-temannya yang menyaksikan kejadian itu tersenyum geli. Dia yang nabrak aku, kenapa aku yang malah diomelin? Sampah!
“Makanya jangan kegeeran. Huuu!” Celetuk beberapa orang temannya. Nila berusaha kuat menahan tangisnya. Gadis itu mencoba berdiri. Sedikitpun tak dihiraukannya rasa perih yang menjalari kakinya.
Sampai kapan aku bisa bertahan? Gini nih nasib gadis yang tak berharga. Diperlakukan macam sampah. Dihina, diremehkan, dicaci maki. Nila menghembuskan nafas. Tangan kanan gadis itu meraih novelnya dan berjalan  menuju kelasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar