Sabtu, 14 April 2018

survive#3



Asa menatap pemandangan dikota Soul lewat balkon kamarnya. Bibir lelaki itu mengucap syukur saat matanya menatap keindahan kota. Lelaki itu menghela nafas pelan, lalu melirik jam dipergelangan tangannya.
“Trimakasih untuk kesempatan yang indah ini Ya Allah. Trimakasih untuk semua rencana yang telah Engkau tulis dihidupku.” Ucap Asa lirih.
            Fabiayyia’la irabbi kuma tukazziban? Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang bisa kamu dustakan? Trimakasih untuk kesempatan indah ini Allah. Asa berucap lirih.
            Besok pagi Asa akan kembali ke Indonesia. Pertukaran mahasiswa yang diikutinya hampir enam bulan ini mengajarkannya banyak pengalaman luar biasa. Asa memang seorang lelaki yang optimis dalam karya. Bermodalkan mimpi, ia bisa menggapai hampir semua mimpi-mimpinya.
            Lelaki berusia dua puluh tahun itu memang bisa dijadikan insfirasi. Tak hanya pintar, tapi juga sholeh, dan yang pasti di Indonesia lelaki itu sudah memiliki bisnis yang bisa dibilang berkembang pesat. Asa bukan type lelaki yang sombong, ia sering mengadakan seminar dan membagi ilmunya kepada orang lain.
            “Hidup itu tentang belajar. Saat gagal pun kita belajar. Banyak hal didunia ini yang harus kita pelajari. Good bye Korea, suatu hari nanti gue bakal kesini lagi. Trimakasih sudah mengajarkan banyak hal selama enam bulan ini.” Ucap Asa mantap dengan keyakinan penuh.
            Ya suatu hari nanti gue bakal kesini dengan seorang yang gue cintai. Asa mengembangkan senyumnya.
*@@@*
            Monday! I hate Monday! Kenapa sih hidup itu selalu berpusat dihari Senin? Nila menggerutu didalam hati, lalu kembali menatap pantulan dirinya didepan cermin. Gadis itu menggerutu pelan. Hay cermin yang nggak pernah bohong, bisa nggak sih ngerubah aku jadi cantik seketika?
            Nila memakai jilbabnya dengan cepat, lalu berlalu dari hadapan sang cermin sebelum hatinya kembali merasa tak enak. “La, nanti papa-mama kamu pulang kan? Untuk beberapa hari ini aku bakal nginap dirumah teman buat ngadain penelitian. Nggak papakan?” Shela menjelaskan tanpa diminta.
Nila hanya mengangguk sama sekali tak tertarik juga dengan pembahasan pulangnya kedua orang tuanya. Bagi Nila, kedua orang tuanya terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga lupa dengan dirinya.
Shela memandangi Nila. Menatap wajah gadis yang sudah dianggapnya lebih dari adik sepupu itu. Shela menghembuskan nafas. “La, pagi-pagi itu harus semangat! Masa anak muda lemes gitu sih?”
“Nggak ada yang menarik dari hidup aku, makanya aku lemes. Aku bosan gini trus. Capek! Aku pengen nyerah, ngelambain tangan kekamera. Tapi sayang, aku nggak nemuin letak kameranya dimana.” Ujar Nila asal sembari berlalu dari kamarnya.
Shela menggeleng sembari tersenyum tipis melihat tingkah sang adik. Gadis berambut keriting itu lagi-lagi entah untuk yang keberapa kalinya menghembuskan nafas pelan.
 Banyak hal yang tidak kamu ngerti didunia ini, La. Kalau kamu pengen punya hidup yang enak, kamu harus usaha! Kamu harus survive. Bagaimana semuanya bisa dirubah kalau kamu hanya bisa ngeluh tanpa tindakan? Seharusnya kamu bersyukur! Lihat mereka diluar sana yang mungkin cacat secara fisik tapi tetap pandai bersyukur.
Lihat mereka diluar sana yang tidak sesempurna kamu, tapi mampu untuk sukses. Kapan kamu mau berdamai dengan keadaan sih?
*@@@*
Vino berdecak geram sembari mengacak-acak rambutnya. Ditatapnya loker miliknya yang berisi berbagai macam bunga dan coklat. Cowok itu menatap dengan kesal.
Itu cewek-cewek emang nggak bisa dibilangin! Vino menggerutu, lalu dengan kedua tangannya lelaki itu meraih semua bunga plus coklat dan memasukkan ke tong sampah yang kebetulan letaknya tak jauh dari lokernya.
“Kenapa dibuang?” Sebuah suara yang sedikit bergetar menyapa Vino, membuat lelaki itu tersadar bahwa ada yang memerhatikan tingkahnya. Vino berbalik dan memberi cewek itu tatapan yang sinis dan dingin. Cewek dihadapannya itu mundur beberapa langkah, wajahnya sedikit pucat.
“Kenapa? Nggak suka? Eh lo cewek yang nabrak gue kemaren kan? Ngapain disini? Nguntitin gue? Nggak ada kerjaan lain?” Vino membrondong cewek berjibab itu dengan berbagai macam pertanyaan.
Dari sorot matanya, Vino menangkap ketakutan dari mata cewek itu. Vino meringis pelan. Baru dibentak aja udah ciut! “Kenapa diam? Bisu?” Lagi-lagi Vino menambahkan kata-katanya.
Gadis itu menghembuskan nafas, lalu dengan keberanian yang ia punya menatap tepat dimanik mata Vino. “Aku nggak nguntitin kamu kok.”
“Trus kenapa bisa disini? Apa namanya kalau bukan nguntit?” Vino melipat tangannya didepan dada. Entah kenapa baru pertama kali ini ia berbicara panjang lebar dengan seorang cewek dan dengan durasi yang lumayan lama.
“Ini kan ruangan loker sekolah! Loker aku disebelah sana, tadi nggak sengaja aja ngelihat apa yang kamu lakuin.” Cewek itu menunjuk barisan lokernya sehingga membuat Vino tersadar. Iya ya, ini kan loker umum. Bisik Vino didalam hati, tapi rasa keegoan lelaki itu membuatnya tak ingin meminta maaf.
“Alah, alasan! Cewek kaya lo pasti Cuma mau cari perhatian gue kan? Lo itu sama aja kaya cewek-cewek lainnya. Kalian itu sampah!” Vino memasukkan kedua tangannya disaku celananya. Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya membuat gadis dihadapannya termangu.
Vino menatap gadis dihadapannya itu dari atas sampai bawah. Jujur saja, tak ada yang menarik bagi Vino tentang gadis itu, bahkan sangat jauh bila dibanding dengan Alrin atau cewek-cewek lain yang menyukainya. Gadis itu jengah dengan pandangan Vino. “Siapa nama lo?” tanya Vino.
“Nila. Anila Syafira.” Saking gugupnya, Nila mengucapkan nama panjangnya, membuat Vino tersenyum sinis. “Oh. Oke Nila, mulai hari ini lo gue rekrut jadi pacar gue!” Vino tersenyum, lalu kemudian berlalu.
Nila menganga dan menatap punggung Vino yang semakin menjauh. “Ha? Maksudnya apa?” tanya Nila. Tentu saja pertanyaan itu tak didengar oleh Vino, lebih tepatnya pura-pura tak mendengar. Nila berdiri mematung ditempatnya. Otaknya mencoba mencerna kejadian barusan.
Maksudnya? Aku jadi pacar dia?
“Kenapa lo malah bengong disini? Ayo ikut gue!” Vino yang jaraknya beberapa meter dari Nila berteriak. Gadis berjilbab itu tersadar, lalu menatap Vino tak mengerti. Vino menepuk jidatnya, lalu kembali mendekati Nila.
“Ayo ikut gue. Lo kan pacar gue! Gue antar kekelas lo.” Nila kembali terpaku, benar-benar belum bisa memahami dengan semua yang baru saja terjadi padanya. “Perlu berapa lama untuk bengong kaya gitu trus? Udah mau bel ini,  aduh!” ucap Vino.
Nila mencoba mencerna semuanya, lalu kemudian senyum manis tersungging dibibir cewek itu. Nila mengangguk. Dua sejoli itu berjalan bersisian dikoridor sekolah, membuat seisi sekolah mulai gempar, terutama dikalangan cewek-cewek.
Vino tersenyum manis kearah Nila, membuat gadis itu benar-benar berbunga. Mimpi apa aku Ya Tuhan? Akhirnya ada juga cowok yang bisa nerima aku apa adanya. Bisik hati Nila.
“Say, kelas lo dimana?” tanya Vino dengan suara yang agak keras. Perkataan Vino barusan tentu saja lagi-lagi menguncang Alamanda High School. Sebagian cewek-cewek yang ada dikoridor geram dan iri terhadap Nila. Mereka berbisik-bisik dan menatap Nila dengan sinis.
Alrin yang tak jauh dari Vino dan Nila hanya mampu menatap kedua sejoli itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada rasa sesak dihatinya, apalagi saat melihat kenyataan bahwa cewek yang dicintai Vino tak jauh lebih baik dari dirinya.
Alrin menatap Nila dari atas sampai bawah. Meneliti alasan apa yang membuat Vino lebih memilih gadis urakan itu ketimbang dirinya. Walau gadis itu urakan, tetap saja dia lebih menang ketimbang Alrin.
“Shit!” Alrin merutuk pelan. Setitik tetesan bening mengalir dipipi putih Alrin. Kenapa dari dulu susah banget dapetin cinta? Apa yang salah dari diri gue? Gue nggak boleh nyerah! Kalau emang gue nggak bisa ngedapetin Vino, maka cewek lain juga nggak boleh dapetin Vino!
*@@@*
Nila melonjak-lonjak diatas tempat tidurnya. Gadis itu bernyanyi riang. Hari ini merupakan hari yang paling bersejarah baginya. Akhirnya ia pacaran juga setelah sekian lama ngejomblo, nggak tanggung-tanggung, cowok yang jadi pacarnya adalah cowok paling populer disekolah.
“Mimpi apa aku? Ya Tuhan! Aaak!” Nila menari-nari riang, tanpa sadar ada seseorang yang tengah menatapnya diambang pintu. “Inikah namanya cinta. Oh inikah cinta. Cinta pada pandangan pertama.” Nila bernyanyi dengan suara falsnya dan sesekali bergaya seakan-akan ia tengah berada diatas panggung.
“Ehem!” Sebuah deheman menghentikan kekonyolan gadis tersebut. Nila menatap sumber suara, lalu kemudian tersipu malu. “Eh mama. Kapan balik Ma?” Nila turun dari kasurnya dan menyalami Yati, mamanya.
Yati menatap putri semata wayangnya, lalu kemudian tersenyum. “Kamu ini kenapa? Hayoo, lagi jatuh cinta ya? Cerita dong sama mama.” Jawab Yati lembut. Lagi-lagi Nila tersipu. Gadis berusia enam belas tahun itu mengalihkan pandangan dari mamanya. Kesibukan sang mama membuat gadis itu sama sekali tak dekat dengan Yati.
“Ayo dong cerita!” Yati mendesak dengan nada lembutnya. “Iih mama apa deh. Pulang-pulang malah ngeledekin. Nggak kok, mana ada.” Nila berbohong sembari lagi-lagi mengalihkan pandangan.
Yati menelisik wajah Nila, mencoba mencari kebenaran diwajah itu. Yati tau kalau Nila tak pernah bisa menyembunyikan kebohongannya dengan rapi. Nila mengalihkan pandangannya dari Yati, membuat kebohongannya makin terlihat jelas. Yati tersenyum, lalu mencolek pinggang Nila.
“Kalau ada juga nggak papa. Siapa sih orangnya?” Yati kembali menggoda Nila. Pipi gadis remaja itu bersemu merah. “Diih mama apaan sih. Siapa juga lagi. Udah ah, aku mau makan. Oya ma, kak Shela nggak bisa pulang. Ada tugas katanya.”
“Shela si—”
“Dah mama, aku makan duluan!” Nila memotong perkataan Yati. Gadis itu mencium pipi sang mama dan berlalu keruang makan. Yati tertegun, merasakan ada yang aneh dengan putri semata wayangnya.
*@@@*
Alrin menatap bintang dilangit malam. Hal yang selalu dilakukan gadis itu bila dilanda kegalaun. Bayangan kejadian tadi pagi menyedot perhatiannya. Lagi-lagi tentang cinta mampu membuat gadis itu bersedih.
Sampai kapan? Kenapa gue gagal mulu soal cinta? Apa emang gue nggak pantas ngerasain yang namanya cinta? Kenapa harus selalu gue yang kalah? Lihat aja, gue nggak bakal nyerah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar